Skip to main content

Featured

Zidan Namanya

Zidan namanya. Pertama ketemu Zidan di tukang sempol ayam, dekat entrance 7 alun-alun Kota Bogor, tadi malam. Dia menawarkan donat, 1 pak isi 2 seharga Rp.5.000. Saya beli 1 pak dan menawarkan sempol ayam. Zidan mengangguk. Tadi pagi, di dalam alun-alun, saya bertemu Zidan lagi. Kali ini, dia tidak membawa donat, melainkan beberapa pak tissue. Saya tegur dia, "Hey, tadi malam jualan donat kan ya?" "Iya Bu, donat punya orang. Sekarang saya bawa tissue, ini juga punya orang. Ibu mau tissue?" Jawabnya. "Boleh deh satu", kata saya. Saya bayar tissuenya, " Ya Allah, makasih banyak Bu". Suara Zidan lirih. Hati saya teriris. Tiba-tiba seorang Ibu lewat sambil membentak, "Jangan di jalan dong!" Sorry, salah kami, ngobrolnya di jalur jalanan dalam alun-alun. Saya gandeng Zidan ke arah pilar taman, dan kemudian kami duduk ngobrol berdua. Kata Zidan ibunya sudah meninggal, ayahnya ngamen di alun-alun, dan kadang di Terminal Loji. "Bapak ngame...

Saya Keledai

Kok bisa jadi keledai? Ya, saya merasa demikian adanya. Untuk urusan cinta, saya seperti keledai. Hal itu saya akui dengan sepenuh hati, sejujur-jujurnya, di depan rekan kerja saya, Berlian yang duduk di belakang setir Peugeot 206 nya yang berpelat nomor BG, dan AC yang tidak berfungsi.

"Untuk urusan cinta Ber, gua seperti keledai, jatuh di lubang yang sama, melakukan kebodohan yang sama". Begitu persisnya kalimat saya.

Dia tertawa, dan seperti biasa, tanggapan dan analogi yang disajikannya mengajak saya melihat masalah dari perspektif yang beda.

"Ya udah deh Ber, keledai mau turun dulu ya". Kalimat itu menyudahi diskusi absurd kami malam ini.

Comments

Popular Posts