Skip to main content

Featured

Pluviophile, Hujan dan Petrichor

Kata pluviophile (kata benda, plu.vio.phile) tidak ditemukan dalam kamus Bahasa Inggris online Oxford dan Merriam Webster. Kata tersebut dan juga varian tulisannya,  pluviofil tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Dictionary.com memberikan makna pluviophile sebagai  a person who enjoys rain and rainy days, and who is fascinated by the sights, sounds, etc., of rain. Seorang pluviophile akan memuja hujan, menantikan datangnya hujan. Pluviophile mencintai segala sesuatu tentang hujan (tentu saja di luar banjir), aroma, suara dan vibes yang dihasilkan oleh hujan. Mereka merasakan kenyamanan dan kedamaian luar biasa ketika hujan turun. Bagi pluviophile , gemercik air hujan laksana nyanyian yang meninabobokan, membawa mereka ke dunia lain yang hanya bisa dirasakan lewat kalbu. Seorang pluviophile tidak akan ragu berjalan di tengah hujan, menikmati setiap tetes air hujan yang jatuh ke badannya.  Dan setelah hujan berhenti, hanya menyisakan basah di tanah, pluviophile akan meng

GA 820

Rabu, 28 Januari 2009, tepat pukul 1.45 pm, pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 820 dari Jakarta mendarat mulus di bandara internasional Kuala Lumpur, KLIA, yang megah itu. Saya tetap duduk dengan sabuk pengaman masih melingkari pinggang saya (yang ramping..cuihh) sampai pesawat benar-benar berhenti, bahkan sampai satu persatu penumpang yang duduk di belakang saya meninggalkan tempat duduknya. Enggan rasanya meninggalkan pesawat, ingin sekali saya tetap berada di dalamnya sampai pesawat itu kembali lagi ke Jakarta.

Toh akhirnya saya harus turun juga ketika hampir semua penumpang sudah meninggalkan burung besi itu. Dengan ogah-ogahan saya melangkah ke luar dan tersenyum pada pramugari yang berdiri dekat pintu pesawat. Satu catatan kecil yang saya dapat dari penerbangan saya dengan Garuda dari Kuala Lumpur - Jakarta - Kuala Lumpur, adalah pamugari-pramugarinya tidak jelek, tapi juga tidak secantik dan semuda pramugari-pramugari penerbangan lain yang pernah saya tumpangi. Namun terlihat sekali kalau mereka semua sangat profesional dan berpengalaman, ramah, sopan tapi tegas melayani penumpang-penumpang yang sedikit membandel. Banyak kan penumpang yang sok sibuk sekali sampe gak rela rasanya buat matiin ponselnya padahal tanda untuk mematikan ponsel sudah dinyalakan.

Selesai urusan dengan imigrasi Malaysia dan ke baggage claim mengambil satu backpack yang penuh dengan buku dan kamus, saya menuju bus station khusus bandara yang masih berada dalam satu komplek bangunan bandara itu. Supaya lebih irit, saya memilih untuk naik bis saja menuju pusat kota daripada dengan speed train, KLIA Express. Dengan bis, saya hanya perlu mengeluarkan uang RM 10, sementara dengan kereta ekspres harus rela merogoh kantong lebih dalam lagi, RM 35. Lumayan lho selisih RM 25, bisa buat makan siang selama lima hari di food court di lower ground gedung kantor tempat saya kerja. Memang sih waktu tempuhnya jadi lebih lama. Dengan bis memakan waktu 1 jam, dengan kereta 28 menit.

Lima hari pulang kampung ke Sawangan, Depok dan berkumpul dengan keluarga membuat saya benar-benar enggan kembali ke sini, ke Kuala Lumpur maksud saya, dan menyelesaikan kontrak kerja selama dua tahun di sini. Saya baru menjalani bulan keempat, jadi masih ada 20 bulan lagi yang tersisa.

Ada kejadian yang bikin gak enak lho waktu saya di bis. Karena capek dan ngantuk sekali, tidak terasa saya tertidur pulas dalam bis, benar-benar pulas. Saya terbangun begitu bis sudah berhenti di KL Sentral, stasiun kereta utama di Kuala Lumpur, dengan kepala bersandar mesra di bahu laki-laki yang duduk di sebelah saya. Saya tidak tahu pasti berapa lama saya menyandarkan diri dengan pasrah di bahu laki-laki yang beruntung itu hehe..(untung gak ngiler, yang ini saya tahu pasti )

Comments

Popular Posts