Skip to main content

Featured

Zidan Namanya

Zidan namanya. Pertama ketemu Zidan di tukang sempol ayam, dekat entrance 7 alun-alun Kota Bogor, tadi malam. Dia menawarkan donat, 1 pak isi 2 seharga Rp.5.000. Saya beli 1 pak dan menawarkan sempol ayam. Zidan mengangguk. Tadi pagi, di dalam alun-alun, saya bertemu Zidan lagi. Kali ini, dia tidak membawa donat, melainkan beberapa pak tissue. Saya tegur dia, "Hey, tadi malam jualan donat kan ya?" "Iya Bu, donat punya orang. Sekarang saya bawa tissue, ini juga punya orang. Ibu mau tissue?" Jawabnya. "Boleh deh satu", kata saya. Saya bayar tissuenya, " Ya Allah, makasih banyak Bu". Suara Zidan lirih. Hati saya teriris. Tiba-tiba seorang Ibu lewat sambil membentak, "Jangan di jalan dong!" Sorry, salah kami, ngobrolnya di jalur jalanan dalam alun-alun. Saya gandeng Zidan ke arah pilar taman, dan kemudian kami duduk ngobrol berdua. Kata Zidan ibunya sudah meninggal, ayahnya ngamen di alun-alun, dan kadang di Terminal Loji. "Bapak ngame...

GA 820

Rabu, 28 Januari 2009, tepat pukul 1.45 pm, pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 820 dari Jakarta mendarat mulus di bandara internasional Kuala Lumpur, KLIA, yang megah itu. Saya tetap duduk dengan sabuk pengaman masih melingkari pinggang saya (yang ramping..cuihh) sampai pesawat benar-benar berhenti, bahkan sampai satu persatu penumpang yang duduk di belakang saya meninggalkan tempat duduknya. Enggan rasanya meninggalkan pesawat, ingin sekali saya tetap berada di dalamnya sampai pesawat itu kembali lagi ke Jakarta.

Toh akhirnya saya harus turun juga ketika hampir semua penumpang sudah meninggalkan burung besi itu. Dengan ogah-ogahan saya melangkah ke luar dan tersenyum pada pramugari yang berdiri dekat pintu pesawat. Satu catatan kecil yang saya dapat dari penerbangan saya dengan Garuda dari Kuala Lumpur - Jakarta - Kuala Lumpur, adalah pamugari-pramugarinya tidak jelek, tapi juga tidak secantik dan semuda pramugari-pramugari penerbangan lain yang pernah saya tumpangi. Namun terlihat sekali kalau mereka semua sangat profesional dan berpengalaman, ramah, sopan tapi tegas melayani penumpang-penumpang yang sedikit membandel. Banyak kan penumpang yang sok sibuk sekali sampe gak rela rasanya buat matiin ponselnya padahal tanda untuk mematikan ponsel sudah dinyalakan.

Selesai urusan dengan imigrasi Malaysia dan ke baggage claim mengambil satu backpack yang penuh dengan buku dan kamus, saya menuju bus station khusus bandara yang masih berada dalam satu komplek bangunan bandara itu. Supaya lebih irit, saya memilih untuk naik bis saja menuju pusat kota daripada dengan speed train, KLIA Express. Dengan bis, saya hanya perlu mengeluarkan uang RM 10, sementara dengan kereta ekspres harus rela merogoh kantong lebih dalam lagi, RM 35. Lumayan lho selisih RM 25, bisa buat makan siang selama lima hari di food court di lower ground gedung kantor tempat saya kerja. Memang sih waktu tempuhnya jadi lebih lama. Dengan bis memakan waktu 1 jam, dengan kereta 28 menit.

Lima hari pulang kampung ke Sawangan, Depok dan berkumpul dengan keluarga membuat saya benar-benar enggan kembali ke sini, ke Kuala Lumpur maksud saya, dan menyelesaikan kontrak kerja selama dua tahun di sini. Saya baru menjalani bulan keempat, jadi masih ada 20 bulan lagi yang tersisa.

Ada kejadian yang bikin gak enak lho waktu saya di bis. Karena capek dan ngantuk sekali, tidak terasa saya tertidur pulas dalam bis, benar-benar pulas. Saya terbangun begitu bis sudah berhenti di KL Sentral, stasiun kereta utama di Kuala Lumpur, dengan kepala bersandar mesra di bahu laki-laki yang duduk di sebelah saya. Saya tidak tahu pasti berapa lama saya menyandarkan diri dengan pasrah di bahu laki-laki yang beruntung itu hehe..(untung gak ngiler, yang ini saya tahu pasti )

Comments

Popular Posts