Skip to main content

Featured

THE ART OF SELF-CARE: Memelihara Pikiran, Tubuh dan Jiwa

  Dunia semakin bergerak cepat. Semakin membuat kita mudah terjebak dalam hiruk pikuk kehidupan sehari-hari, sehingga sering kali aspek paling penting dalam hidup kita, yaitu perawatan diri, menjadi terabaikan. Perawatan diri bukanlah hal yang egois, melainkan hal mendasar yang memungkinkan kita mengisi ulang, meremajakan, dan tampil sebagai diri terbaik kita dalam semua aspek kehidupan.   Esensi Perawatan Diri   Perawatan diri adalah pendekatan holistik untuk menjaga kesehatan fisik, mental, dan emosional seseorang. Inti dari perawatan diri terletak pada kesadaran bahwa merawat diri sendiri bukanlah sebuah kemewahan melainkan sebuah kebutuhan.   Perawatan diri harus dilakukan secara menyeluruh untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Perawatan diri mencakup perawatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual.   1. Perawatan fisik   Perawatan secara fisik mencakup aktivitas yang meningkatkan kesejahteraan fisik. Ini termasuk olahraga teratur, diet seimbang, tidur

"Dibuang Sayang, Dimadu Perang"

 "Dibuang sayang, dimadu perang". Kalimat di pantat bus tua jurusan Tangerang - Bogor berbunyi seperti itu. Dan kalimat konyol itulah akar dari adu argumen sengit di suatu pagi Sabtu cerah damai sentosa berangin ringan. 


Buat saya, kalimat bodoh itu penghinaan terhadap perempuan, terutama istri-istri yang telah dinikahi oleh pria-pria yang seyogyanya harus dicintai, dilindungi, dinafkahi lahir batin dan dinaungi sebagai makmum dalam rumah tangga. Terlebih, istri-istri tersebut adalah ibu dari anak-anak mereka, jika mereka dikarunia anak. Tapi soal anak ini hanyalah nilai plus, bonus. Bukan berarti jika mereka tidak mampu memberikan keturunan, lantas harus berkurang segala hak dan penghormatan yang sejatinya mereka dapatkan. 


Jelas ini soal poligami, di mana jelas sekali dalam agama Islam diperbolehkan. Yang tidak jelas adalah alasan mereka yang berlaku poligami tersebut. Sebagian (sangat besar) laki-laki menggunakan tameng agama untuk meligitimasi perilaku poligami mereka, mengambil keuntungan dari hukum agama yang tidak mereka gali secara dalam dan menyeluruh, untuk mensahkan sifat tidak puas dan nafsu manusiawi mereka. Pada akhirnya, ini hanya merupakan pelecehan terhadap agama dan keyakinan mereka sendiri. 


Dan buat saya pribadi, saya bukan penganut poligami (tentu saja bukan, karena saya perempuan). Saya penganut paham "Selesaikan dulu hubungan yang lama, sebelum memulai hubungan yang baru". Argumen sengitpun berakhir. 

Comments

Popular Posts