Skip to main content

Featured

Pluviophile, Hujan dan Petrichor

Kata pluviophile (kata benda, plu.vio.phile) tidak ditemukan dalam kamus Bahasa Inggris online Oxford dan Merriam Webster. Kata tersebut dan juga varian tulisannya,  pluviofil tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Dictionary.com memberikan makna pluviophile sebagai  a person who enjoys rain and rainy days, and who is fascinated by the sights, sounds, etc., of rain. Seorang pluviophile akan memuja hujan, menantikan datangnya hujan. Pluviophile mencintai segala sesuatu tentang hujan (tentu saja di luar banjir), aroma, suara dan vibes yang dihasilkan oleh hujan. Mereka merasakan kenyamanan dan kedamaian luar biasa ketika hujan turun. Bagi pluviophile , gemercik air hujan laksana nyanyian yang meninabobokan, membawa mereka ke dunia lain yang hanya bisa dirasakan lewat kalbu. Seorang pluviophile tidak akan ragu berjalan di tengah hujan, menikmati setiap tetes air hujan yang jatuh ke badannya.  Dan setelah hujan berhenti, hanya menyisakan basah di tanah, pluviophile akan meng

Saya yang Bangkrut, Capek, Sendirian, dan Kehujanan

Aneh ya, kadang nasib buruk, mmmmm…bukan nasib buruk juga siy, apa namanya yaa? Ketidakberuntungan? Bad mood? Bukan juga. Pokoknya keadaan yang rasanya tidak berpihak kepada kita gitu deeh. Yaa hal seperti itulah, bisa datang bertubi-tubi, beruntun, dan menyerang pada saat yang bersamaan.

Jum’at ini misalnya, saya merasa bertubi-tubi diserang sama hal-hal yang menguji daya tahan saya. Ketika saya merasa ada pada titik hampa, titik kosong tanpa warna, merasa sendiri, merasa kehilangan (dari hari kamis perasaan itu muncul), hari jumat ini betul-betul diuji kesabaran saya. Dari sejak bangun tidur, saya merasakan migren yang amat sangat di bagian kanan kepala saya. Saya gak tau kenapa migren itu bisa muncul, bisa jadi karena malem sebelumnya saya begadang ngerampungin kerjaan (sampingan) saya sampe jam 2.30 dini hari. Tadi malem, malah saya gak sadar tertidur begitu aja, gak tau jam berapa, dengan tv, laptop, dan lampu kamar yang masih hidup sampe saya bangun pagi harinya. Atau bisa jadi migren saya itu muncul karena saya bener-bener bangkrut abis-abisan, tanpa sisa, dipenghujung minggu ini. Untungnya hari jumat, waktunya saya pulang ke rumah, ketemu sama keluarga saya. Hal ini cukup untuk membuat saya semangat ke kantor dan pingin buru-buru sore, bubar kantor dan ada di rumah.

Kerjaan yang seperti lingkaran setan yang gak putus-putus, bos yang suka kumat, gak juga bisa ngilangin perasaan kosong dan kehilangan saya itu. Tetap aja ada. Akhirnya sore yang saya tunggu-tunggu pun datang dengan kondisi di luar skenario saya. Begitu saya keluar kantor, gerimis dan sisa hujan masih terasa, saya cuma berharap hujan gak turun lagi, setidaknya sampe saya dapat kendaraan pulang. Tapi itu cuma harapan aja, belum lagi saya berhenti berdoa, hujan lebat dan angin kencang datang lagi. Payung yang saya pake, gak bisa melindungi saya dan barang-barang bawaan saya dari siraman hujan. Ditambah jalanan yang macet dan mulai banjir, kopaja yang penuh terus dan tas laptop saya yang berat banget. Saya nyesel mutusin milih naik kopaja daripada naik kereta. Dalam keadaan sakit kepala, sendirian, capek, bangkrut, dan kehujanan di pinggir jalan, akhirnya saya putusin balik ke kosan, gak jadi ke rumah. Dan begitulah, jumat malam yang seharusnya saya ada di rumah, ternyata saya masih di kamar kos saya, sendirian, dengan tv yang gak jelas acaranya, semangkuk oatmeal dan Aku Tak Mau Sendiri-nya BCL dari iTunes yang saya putar berulang-ulang.

Comments

Anonymous said…
its about time to find someone:)

Popular Posts