Skip to main content

Featured

Zidan Namanya

Zidan namanya. Pertama ketemu Zidan di tukang sempol ayam, dekat entrance 7 alun-alun Kota Bogor, tadi malam. Dia menawarkan donat, 1 pak isi 2 seharga Rp.5.000. Saya beli 1 pak dan menawarkan sempol ayam. Zidan mengangguk. Tadi pagi, di dalam alun-alun, saya bertemu Zidan lagi. Kali ini, dia tidak membawa donat, melainkan beberapa pak tissue. Saya tegur dia, "Hey, tadi malam jualan donat kan ya?" "Iya Bu, donat punya orang. Sekarang saya bawa tissue, ini juga punya orang. Ibu mau tissue?" Jawabnya. "Boleh deh satu", kata saya. Saya bayar tissuenya, " Ya Allah, makasih banyak Bu". Suara Zidan lirih. Hati saya teriris. Tiba-tiba seorang Ibu lewat sambil membentak, "Jangan di jalan dong!" Sorry, salah kami, ngobrolnya di jalur jalanan dalam alun-alun. Saya gandeng Zidan ke arah pilar taman, dan kemudian kami duduk ngobrol berdua. Kata Zidan ibunya sudah meninggal, ayahnya ngamen di alun-alun, dan kadang di Terminal Loji. "Bapak ngame...

kencan pertama

Yup, satu polesan lagi beres. Yaya menebalkan sedikit lipstick coklat muda lembut itu di bibirnya untuk menambah kesan sensual. Yaya bersyukur sekali, minggu lalu teman-temannya yang tukang paksa itu berhasil membuat dirinya setuju untuk mengikuti kelas kecantikan singkat yang diselenggarakan oleh salah satu produsen produk kecantikan yang lumayan terkenal. Tidak percuma dia mengeluarkan sejumlah uang dari koceknya yang seringkali prihatin di akhir bulan. Toh hasilnya tidak terlalu mengecawakan. Dia sekarang bisa membuat bibirnya (yang ia yakin merupakan bagian yang paling menarik di wajahnya) kelihatan jauh lebih seksi, menyapukan blush on di pipinya dengan arah yang benar, dan ia juga bisa memakai mascara tanpa harus mencolok matanya. Yaya menatap pantulan dirinya dalam cermin lady’s room di café kecil favoritnya itu dan tersenyum sumringah, ok, perfect!

“Semuanya memang harus sempurna malam ini, ini kencan pertama gue. Pangeran impian gue dateng jauh-jauh, jadi gue harus kelihatan sempurna dan gak ada satupun yang boleh merusak malem gue ini, bahkan bos gue yang kurang waras sekalipun!” Yaya menggumam sendiri.

“Ok jantung, gue ngerti lu memang harus tetap berdenyut, tapi gue mohon berdenyutlah dengan teratur, jangan berdebar gak menentu, gue gak mau salah tingkah, oke.” Yaya menarik kursi di meja teras café itu, ia sengaja memilih tempat di teras agar bisa menikmati view yang dijual café ini seutuhnya.

Yaya masih berusaha menjinakkan debar liar di dadanya, ketika suara empuk itu menyebut namanya.

“Yaya…you look gorgeous.” Ridho tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi (tidak terlalu rapi sih sebenarnya, satu gigi taringnya agak ke depan) sementara debar di dada Yaya semakin liar dan tak beraturan.

Ya Tuhan, terima kasih, akhirnya sosok itu datang juga, muncul nyata di hadapanku. Sekali lagi terima kasih Tuhan. Yaya membatin dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak melemparkan diri ke dalam pelukan lelaki itu.

Ridho meraih tangan Yaya, menggenggamnya lembut dan mesra. Tanpa suara, hanya mata yang bicara. Yaya merasakan getar hangat mengaliri setiap jengkal tubuhnya ketika tiba-tiba, kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiinggggg….!!! Yaya tergagap sesaat, sebelum berteriak sekuat tenaga “weekkkeerr sialaaaaaannn!!!” dan melemparkannya ke sudut kamar. Dari Musholla sebelah, adzan Subuh mulai berkumandang.

Comments

Popular Posts