Zidan Namanya
Zidan namanya. Pertama ketemu Zidan di tukang sempol ayam, dekat entrance 7 alun-alun Kota Bogor, tadi malam. Dia menawarkan donat, 1 pak isi 2 seharga Rp.5.000. Saya beli 1 pak dan menawarkan sempol ayam. Zidan mengangguk.
Tadi pagi, di dalam alun-alun, saya bertemu Zidan lagi. Kali ini, dia tidak membawa donat, melainkan beberapa pak tissue. Saya tegur dia, "Hey, tadi malam jualan donat kan ya?"
"Iya Bu, donat punya orang. Sekarang saya bawa tissue, ini juga punya orang. Ibu mau tissue?" Jawabnya.
"Boleh deh satu", kata saya.
Saya bayar tissuenya, " Ya Allah, makasih banyak Bu". Suara Zidan lirih.
Hati saya teriris.
Tiba-tiba seorang Ibu lewat sambil membentak, "Jangan di jalan dong!" Sorry, salah kami, ngobrolnya di jalur jalanan dalam alun-alun.
Saya gandeng Zidan ke arah pilar taman, dan kemudian kami duduk ngobrol berdua. Kata Zidan ibunya sudah meninggal, ayahnya ngamen di alun-alun, dan kadang di Terminal Loji. "Bapak ngamen pake gitar," terang Zidan.
"Gitar besar atau gitar kecil (ukulele)?" Tanya saya. "Gitar besar Bu", ucapnya.
"Zidan sekolah ngga?"
"Sekolah Bu, kelas 5"
"Hari ini ngga sekolah?" Tanya Saya.
"Biasanya saya sekolah dulu Bu, baru jualan," ungkapnya.
"Tadi malam Zidan di sini, sekarang pagi sudah di sini lagi. Emang rumahnya deket sini ya?" Selidik saya.
"Rumah saya di Laladon Bu, tadi malem saya tidur di sini (alun-alun)."
"Kalau tidur di sini kamu belum mandi dong?" Saya menudingnya.
"Saya suka mandi di kamar mandi situ Bu," Kata Zidan sambil menunjuk kamar mandi alun-alun.
"Ibu mau kerja?" Gantian dia yang bertanya.
"He'eh," Angguk saya.
Zidan mengulurkan salah satu lembar uang yang saya beri tadi, sambil bilang "Bu ini buat ongkos Ibu kerja aja".
Saya ngakak sambil nangis, "Ngga usah, Ibu masih ada ongkos".
Comments