Skip to main content

Featured

GARIS IMAJINER: SEJAUH MANA KITA PERLU BATASAN

Kita manusia, tidak bisa lepas dari peran kita sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, baik dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat luas. Terlepas dari peran apa pun yang kita mainkan dalam hidup ini, sangat penting bagi kita untuk menentukan batasan dalam berhubungan dengan orang lain, bahkan termasuk dengan keluarga dan sanak saudara sendiri.   Garis imajiner yang bernama batasan itu, walaupun tidak kasat mata, memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk identitas, memfasilitasi pertumbuhan, dan menciptakan keseimbangan dalam kehidupan kita.   Batasan membantu kita memahami siapa diri kita sebagai individu. Garis tersebut menandai perbedaan antara apa yang kita anggap sebagai bagian dari diri kita dan apa yang bukan. Misalnya, batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi membantu kita mempertahankan keseimbangan yang sehat antara karier dan kebutuhan pribadi kita.   Tanpa batasan yang jelas, mudah bagi identitas kita untuk kabur. Ini dapat mengarah pada k

Sepi itu...

Ada kalanya saya merasa takut pada sepi . Saya sendiri gak tau pasti apa alasannya. Lucu yaa, takut kok pada sepi. Tapi ada kalanya saya juga begitu mencintai sepi, begitu menikmati kesendirian saya, hanya ada saya dan pikiran saya.

Tapi kemarin, saya sedang tidak ingin menikmati sepi saya, pun kesendirian saya. Jadilah pulang kantor kemarin, saya muter-muter di Mal Ambasador. Tidak berniat untuk beli apa-apa, cuma sekedar menghindar dari sepi. Tapi toh di sebuah toko buku akhirnya saya mengeluarkan uang juga dari dompet saya untuk novel sang pemimpi dan edensor, buku kedua dan ketiga dari tetralogi laskar pelangi-nya Andrea Hirata, dan The Naked Traveler yang berisi catatan perjalanan seorang backpacker perempuan Indonesia, ditambah satu pak buku tulis untuk keponakan saya.

Sebuah sms dari seorang teman yang sedang sakit jiwa, menyudahi keasikan mata saya menatap jejeran sepatu di salah satu sudut mal itu sebelum saya benar-benar menemukan sepatu yang cocok dengan kaki dan dompet saya. Karena selanjutnya saya bergegas ke tempat kos-nya yang gak terlalu jauh dari situ.

Dan syukurlah, karena sepi yang saya takutkan itu kemudian menguap, ditelan tawa di antara celoteh tak jelas.

P.s. Makasih Trid, udah nyelametin rupiah yang tersisa di dompet gw (dan Ridho untuk selalu mengisi sepi itu )

Comments

Popular Posts