Skip to main content

Featured

Zidan Namanya

Zidan namanya. Pertama ketemu Zidan di tukang sempol ayam, dekat entrance 7 alun-alun Kota Bogor, tadi malam. Dia menawarkan donat, 1 pak isi 2 seharga Rp.5.000. Saya beli 1 pak dan menawarkan sempol ayam. Zidan mengangguk. Tadi pagi, di dalam alun-alun, saya bertemu Zidan lagi. Kali ini, dia tidak membawa donat, melainkan beberapa pak tissue. Saya tegur dia, "Hey, tadi malam jualan donat kan ya?" "Iya Bu, donat punya orang. Sekarang saya bawa tissue, ini juga punya orang. Ibu mau tissue?" Jawabnya. "Boleh deh satu", kata saya. Saya bayar tissuenya, " Ya Allah, makasih banyak Bu". Suara Zidan lirih. Hati saya teriris. Tiba-tiba seorang Ibu lewat sambil membentak, "Jangan di jalan dong!" Sorry, salah kami, ngobrolnya di jalur jalanan dalam alun-alun. Saya gandeng Zidan ke arah pilar taman, dan kemudian kami duduk ngobrol berdua. Kata Zidan ibunya sudah meninggal, ayahnya ngamen di alun-alun, dan kadang di Terminal Loji. "Bapak ngame...

MENIKAH!!

MENIKAH!! Ya, menikah! Saya menikah. Tepat di usia saya yang ke 42, 6 Mei 2016, akhirnya saya menikah dengan laki-laki pilihan saya sendiri, walaupun pada awalnya Ibu saya tidak sepenuhnya menyetujui hubungan kami. Ini adalah prestasi luar biasa dalam sejarah hubungan saya dengan lawan jenis.

Lantas, apakah saya lebih bahagia setelah menikah? Merasa hidup saya lengkap setelah menikah? Kalau saat ini saya merasa lebih bahagia, kenapa saya sering kali merindukan masa-masa lajang saya selama 42 tahun? Kalau hidup saya sudah lengkap setelah menikah, lalu kenapa saya sering kali merasakan lubang kosong hitam menganga dalam dada saya? Kenapa saya seperti hidup di musim kemarau yang sudah enam bulan tidak turun hujan, kering dan gersang? Kalau memang betul saya merasa lebih bahagia dan hidup saya terasa lebih lengkap, lantas kenapa hari ini, di usia pernikahan saya yang baru satu setengah bulan, saya sudah kirim email ke biro konseling pernikahan untuk menanyakan biaya konseling? 

Comments

Popular Posts