Skip to main content

Featured

GARIS IMAJINER: SEJAUH MANA KITA PERLU BATASAN

Kita manusia, tidak bisa lepas dari peran kita sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, baik dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat luas. Terlepas dari peran apa pun yang kita mainkan dalam hidup ini, sangat penting bagi kita untuk menentukan batasan dalam berhubungan dengan orang lain, bahkan termasuk dengan keluarga dan sanak saudara sendiri.   Garis imajiner yang bernama batasan itu, walaupun tidak kasat mata, memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk identitas, memfasilitasi pertumbuhan, dan menciptakan keseimbangan dalam kehidupan kita.   Batasan membantu kita memahami siapa diri kita sebagai individu. Garis tersebut menandai perbedaan antara apa yang kita anggap sebagai bagian dari diri kita dan apa yang bukan. Misalnya, batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi membantu kita mempertahankan keseimbangan yang sehat antara karier dan kebutuhan pribadi kita.   Tanpa batasan yang jelas, mudah bagi identitas kita untuk kabur. Ini dapat mengarah pada k

Saya yang Bangkrut, Capek, Sendirian, dan Kehujanan

Aneh ya, kadang nasib buruk, mmmmm…bukan nasib buruk juga siy, apa namanya yaa? Ketidakberuntungan? Bad mood? Bukan juga. Pokoknya keadaan yang rasanya tidak berpihak kepada kita gitu deeh. Yaa hal seperti itulah, bisa datang bertubi-tubi, beruntun, dan menyerang pada saat yang bersamaan.

Jum’at ini misalnya, saya merasa bertubi-tubi diserang sama hal-hal yang menguji daya tahan saya. Ketika saya merasa ada pada titik hampa, titik kosong tanpa warna, merasa sendiri, merasa kehilangan (dari hari kamis perasaan itu muncul), hari jumat ini betul-betul diuji kesabaran saya. Dari sejak bangun tidur, saya merasakan migren yang amat sangat di bagian kanan kepala saya. Saya gak tau kenapa migren itu bisa muncul, bisa jadi karena malem sebelumnya saya begadang ngerampungin kerjaan (sampingan) saya sampe jam 2.30 dini hari. Tadi malem, malah saya gak sadar tertidur begitu aja, gak tau jam berapa, dengan tv, laptop, dan lampu kamar yang masih hidup sampe saya bangun pagi harinya. Atau bisa jadi migren saya itu muncul karena saya bener-bener bangkrut abis-abisan, tanpa sisa, dipenghujung minggu ini. Untungnya hari jumat, waktunya saya pulang ke rumah, ketemu sama keluarga saya. Hal ini cukup untuk membuat saya semangat ke kantor dan pingin buru-buru sore, bubar kantor dan ada di rumah.

Kerjaan yang seperti lingkaran setan yang gak putus-putus, bos yang suka kumat, gak juga bisa ngilangin perasaan kosong dan kehilangan saya itu. Tetap aja ada. Akhirnya sore yang saya tunggu-tunggu pun datang dengan kondisi di luar skenario saya. Begitu saya keluar kantor, gerimis dan sisa hujan masih terasa, saya cuma berharap hujan gak turun lagi, setidaknya sampe saya dapat kendaraan pulang. Tapi itu cuma harapan aja, belum lagi saya berhenti berdoa, hujan lebat dan angin kencang datang lagi. Payung yang saya pake, gak bisa melindungi saya dan barang-barang bawaan saya dari siraman hujan. Ditambah jalanan yang macet dan mulai banjir, kopaja yang penuh terus dan tas laptop saya yang berat banget. Saya nyesel mutusin milih naik kopaja daripada naik kereta. Dalam keadaan sakit kepala, sendirian, capek, bangkrut, dan kehujanan di pinggir jalan, akhirnya saya putusin balik ke kosan, gak jadi ke rumah. Dan begitulah, jumat malam yang seharusnya saya ada di rumah, ternyata saya masih di kamar kos saya, sendirian, dengan tv yang gak jelas acaranya, semangkuk oatmeal dan Aku Tak Mau Sendiri-nya BCL dari iTunes yang saya putar berulang-ulang.

Comments

Anonymous said…
its about time to find someone:)

Popular Posts